Sabtu, 27 Oktober 2012

Kisah Tentang Kumpulan Kekuasaan Tertinggi, bagian dua: Sudut Gelap di Kota Bimbang

Hujan pun masih terus turun deras sesampainya ku di stasiun pemberhentian kereta terakhir. Dentuman akan kegamangan masih terus kurasakan saat hendak menunggu bus yang kelak membawaku pulang, ya pulang menemuiNYA yang sudah lama kurindukan rasa hangat akan diri DIA. waktupun berlalu sekitar beberapa puluh menit, namun tak kunjung satu buspun datang. AKu mulai berelegi yang bukan bukan lagi, "haah apakah sangat sedikit yang pulang belakangan ini, hingga buspun enggan berjalan beregerak dan menjemput". Sekitar hampir satu jam, lelahku akan perjalanan pulang memaksaku untuk berjalan menyusuri jalanan gelap, karena bus yang tak kunjung datang. Haah, aku jadi teringat ketika pertama kali aku pulang ke sini, ke kota ini. Kota ini begitu bersahaja menyambut para mereka yang pulang untukNYA, namun sekarang kota ini berubah menjadi sesuatu bentuk kesuraman.
Sepanjang jalan, aku terus berelegi akan sedikitnya mereka yang pulang. Aku mulai bertanya-tanya,apakah mereka sudah enggan merasakan kehangatanNYA, kerinduan akan percakapan denganNYA yang bagiku selalu memberi sudut terang ditengah pikiranku yang begitu abu akan kabut hidup. Aaah sudahlah, nanti juga aku akan tau sendiri jika sudah bertemu denganNYA.
Hujan pun semakin deras turun membasahi jalanan di kota, namun aku menikmati dentuman melankolianya hanya dengan mengenakan jas panjang dan payung hitam kecil yang sedari tadi kubawa untuk melalui derasnya hujan di tengah jalan panjang gelap yang ku tapaki ini. Yaa, akan kutapaki hingga sampai di rumah MU nanti. Rumah hebat yang terletak di ujung kota, yang hanya bisa dilalui dengan berjalan melewati sebuah sudut. Yaa, sebuah sudut gelap di kota bimbang ini yang akan menuntun ku untuk bertemu dengan DIA, dengan cahaya kehangatan ditengah melankolia malam yang terasa sepanjang jalan ini.